Tentang Sudut Pandang
Seorang kita yang mungkin punya harapan yang sama, terus berupaya untuk menjadi lebih baik, untuk terus bisa membersamai orang tersayang. Seorang kita dalam lamunanku juga membutuhkan kepastian akan sebuah tanya, kabar, ataupun sekedar berceloteh tak tentu arah. Aku mengiyakan perkataan barusan, aku rasa di titik ini, dewasa yang dibilang orang-orang, perlu memakai berbagai macam bentuk kacamata. Sedikit banyaknya dari mereka mungkin akan memilih untuk pergi bersama pilihannya, satu atau bahkan lebih diantaranya memilih untuk bersenandung riang menjernihkan pikiran akan sebuah prasangka, atau mungkin ada seseorang disana yang terpilih sebagai seorang yang bijak memahami sebuah perubahan keadaan.
Sudah tentu, aku tidak ingin memilih saat ini. Aku merasa payah menghadirkan pikiran baik kembali tentang orang-orang di sekelilingku, yang aku sebut teman. Aku tidak ingin memaksakan diri tapi lebih mengikuti kata hati, saat ini biarlah lelah datang begitu saja. Untuk bertanya mengapa, kenapa, aku tak sanggup untuk mengatakannya. Aku tidak memilih bukan berarti aku acuh akan sebuah perubahan ini. Berisik dalam kepala ini semakin menjadi, berlabuh pada ketikan jari yang entah aku bingung memulainya darimana. Cerita yang mungkin orang lain juga sama pernah merasakan, aku tidak ingin beranggapan aku sendiri. Karena aku tahu menjadi sendiri perlu kekuatan. Dan aku sedang payah akan hal itu. Gapapa kan jika aku menganggap orang lain juga pernah merasakan hal yang sama denganku?Mungkin juga dengan dirimu, walaupun aku tidak tahu persis perasaaannya bagaiman, tapi aku harap ada yang menemani.
Membalikkan cermin didepanku, aku lihat mungkin saja semua orang akan berubah, termasuk diriku. Yang mungkin tadinya bercengkrama sekarang semakin berjarak, mungkin yang tadinya bisa bercerita dengan nyaman sekarang harus berpikir dua kali untuk menjadikan tempat cerita. Mungkin ada seseorang disana lebih membuatnya nyaman, lalu.. apakah iya kehidupan dewasa dengan pasangan yang dipilih akan merubah segalanya?
Perkataan gila aku pernah tersampaikan, kalau sampai teman hidup datang terlambat entah menunggu kapan lagi sampai usia hampir kepala tiga, aku akan membuat dia jadi milikku seorang, aku akan buat dia menjadi orang yang paling bahagia dan mengerahkan semua waktuku untuk bersamanya saja. Aku tak tahu apakah ini sebuah tamparan bagiku, "hei dia sudah punya teman hidup barangkali sudah nyaman dengannya". Perkataan gila ini akhirnya termakan olehku sendiri. Hidup di bingkai manusia dewasa semakin membuatku jadi belajar untuk memahami. Jika salah satu tak ada yang mau mengalah, sudah tentu sebuah kepercayaan, tali komunikasi ini akan hilang, padahal sudah dibangun selama bertahun-tahun. Ya mungkin saja, pikirku. Tapi kenapa di kondisi ini, pikiran lain berkata, apakah aku yang harus terus memahami? Sedangkan sebuah interaksi terlahir bukan dari satu kepala saja, bisakah kamu juga memahami, barangkali memikirkan saja? Mengapa?Aku tidak ingin kepala ini berisik sendiri.
Beberapa hari lalu , salah seorang teman bertanya kepadaku. "Btw cip, aku belum mau bobo, kenapa kamu nyalain last seen WA? Kamu WA orang kan entar keliatan, kalo orang lain keliatan last seennya, juga karena kamu on last seennya, gak bikin kamu insyekur sist? kenapa aktifin juga read WAnya? Kalau kamu aktifin semua itu, semua orang bisa tahu kamu aktif WAnya kapan, kamu kok bisa sih?"
Hei.. tidak semudah itu memutuskannya, ini sebuah perjalanan yang aku sebut "tentang sudut pandang". Aku pernah ada di fase tidak bisa melihat orang hanya membaca chat aku saja, atau kesal dianggurin chatnya, ataupun merasa takut belum bisa menjawab dengan baik jadi aku ambil cara untuk membacanya lebih dulu tapi tidak ingin ketahuan kalau aku sudah membaca chat. Sampai saat ini pun juga sesekali merasakan hal itu, walaupun intensitasnya tidak sesering dulu. Pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan jawaban yang singkat saja, aku tidak sekuat itu. Namun aku mengakui, untuk orang disana yang lebih suka membaca chat saja ketimbang membalas, aku mengakui bukan seorang aku saja yang menjadi alasan dia untuk segera membalas chat. Aku mengakui kehadiran orang lain dari orang-orang yang aku harapkan bisa membaalas chat aku dengan segera, aku perlahan tahu dan paham mereka punya kesibukannya masing-masing, aku perlahanan tahu dan paham kalau masing-masing orang punya caranya tersendiri untuk menyampaikan sesuatu hal, mungkin dia butuh waktu, mungkin juga tidak ada waktu, atau bahkan mungkin dia tidak ingin membalas chat. Tidak sesederhana itu memang menebak-nebak, aku saat itu memilih untuk menjadi orang memahami keadaan. Alasan kenapa aku aktifin reading chat? karena aku merasa butuh, ya kepastian, dari seorang disana yang aku berharap untuk bisa berbalas pesan dengannya, aku butuh tahu apakah dia sudah menerima, membaca chatku, dari situ, aku jadi belajar untuk memahami kalaupun memang tidak bisa membalas chat, tak mengapa juga (serius, walaupun aku tidak yakin, bisa seserius itu dengan orang terdekat apalagi keluarga). Sesederhana itu ya kedengarannya alasanku, tapi butuh waktu kurang lebih 1 tahun untuk berada di fase dimana aku memilih untuk menjadi orang yang bisa memahami diantara segala banyak pilihan.
Tapi, aku tidak menyangkal, mungkin aku bisa kembali di fase dimana aku tidak bisa memahami atau ingin dipahami, karena aku tahu hal itu tidak bisa dipaksakan dengan segera, lalu tertulis celotehan alakadarnya diriku, bercanda yang lumayan serius "Tapi aku gatahu sih kalau dihadapkan dengan pasangan hidup, aku merasakan kelak aku akan bucin sangat, karena dia sudah buat aku menunggu sampai jelang 28 tahun ini wkwkw" (tolong catat ya mas jodoh, belajar untuk memahami itu perlu)
Ah benar juga ya, semua orang bisa berubah. Pikiran berisik di kepala ini memang harus diurai satu-satu. Melalui tulisan ini, aku jadi mengiyakan tak mengapa keadaannya sekarang menjadi payah untuk berpikir baik, karena nyatanya setiap kita bisa berubah. Semoga juga menjadi perubahan yang lebih baik. Aku meyakini menjadi seseorang yang memahami di pertemanan ini juga ada yang hal yang bisa membuatku bahagia, bagiku hal ini bisa membuat bahagia karena aku bisa jadikan pembelajaran hidup yang berharga untukku. Di waktu aku tidak bisa menjadi tempat cerita ternyaman lagi mungkin bagi teman-temanku kelak, aku bisa memanggil diriku yang lama, akan pilihanku yang pernah menjadi orang yang mau belajar memahami. Dan lagi, benar juga, setidaknya aku bisa mengambil memori dari cerita disini, biarkanlah ya aku taruh disini. Entah apa yang bisa diambil dari cerita ini, aku hanya ingin menguraikan pikiran yang berisik di kepala ini.
© Jakarta, 20 Januari 2024